Menu

Monday, 29 July 2019

STJ2019_163 - BERSATULAH BANIKU

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

No photo description available.

BERSATULAH BANIKU



Ternyata bulat muafakat itu terlalu berat
Sementelah nafsu memacu ego lalu merasakan dirinya hebat
Lantas mengundang banyaknya ulah dan membuka lebih ruang debat
Dalam tak sedar rupanya mengulangi kesilapan Tuah dan Jebat

Kita tiada sehebat mana pun saudara
Takkan sampai dapat menghentikan ombak di luas samudera
Asal jadi pun dari setitis air yang hina
Tiada siapa yang lebih suci di antara kita

Lihatlah ... zaman ini syaitan menjadi semakin berani
Bertelanjang kini dianggap satu bentuk seni dan bukan lagi aib diri
Berbuat kebaikan terkadang rasa memalukan
Tapi tiada rasa bersalah dan tanpa rasa berdosa bila melakukan kemungkaran

Hidup di era si mata satu ini memang serba mencabar
Begitu sukar menentukan yang mana fitnah yang mana benar
Ternyata lebih mudah membezakan arunika pagi dan swastamita senja
Walaupun keduanya sama berwarnakan indahnya jingga nan tembaga

Bani ku ... memang sudah taqdirNyakah kamu tidak akan bersatu
Atau kalian juga percaya akan tibanya nanti detik dan waktu
Andai benarlah akan datang hari seperti yang diberitakan
Ya Allah ... moga namaku ada tercatat berbaris di saf paling hadapan

Nukilan: Si Takluk Jagat
27 Julai 2019
#STJ2019_163

STJ2019_162 - KAFARAH DOSA KETERLANJURAN

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

Image may contain: one or more people

KAFARAH DOSA KETERLANJURAN


Bila ilalang kering terlihat melaut padang
Belulang pula berselerakan saujana mata memandang
Ketika itu yang tertulis di bidai angan hanyalah cerita duka
Dan yang tertayang dilayar mimpi cuma parut luka

Kejamnya taqdir memahat aksara
Hingga terdengar begitu hiba ratap sang pencinta
Mengapa genderang perang memainkan lagu sedih
Seruling alam pula ditiupkan irama kasih

Ternyata tinta aksaranya diperbuat dari darah segar
Dan sewaktu mencatatnya tiada sebarang rasa gementar
Sebagai penyempurna ditambah beberapa titis airmata 
Biar tidak terpalit merata ... agar mudah pula keringnya

Wahai semesta janganlah ikut bersimpati
Apakah upayaku ... apa juga upayamu kalau sudah begini bahagiannya diri
Biarlah aku seperti purnama yang berterusan menjamu bumi dengan pesona biasnya
Meskipun telah tertulis di taqdirNya yang dia akan keseorangan hingga ke hujungnya dunia

Hangatnya pawana ini yang hadir menerpa
Moga terus kuat diriku menghadapi godaan yang tiba
Bala'kah ini yang datang menguji
Ataukah kafarah penanda dosa sedang dicuci

Nukilan: Si Takluk Jagat
26 Julai 2019

STJ2019_161 - APOKALIPS, MENGAPA HANYA SEBAHAGIAN?

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

Image may contain: one or more people and text

APOKALIPS, MENGAPA HANYA SEBAHAGIAN?



Penaku retak matanya
Menitis tinta dari hujung nan terluka
Harus bagaimana dapat aku menulis mantra magis
Kalau tari tidak berentak pada Apokalips

Mengapa hanya dibuka sebahagian
Pasti lebih bagus andai penyingkapannya keseluruhan
Biarku tahu bagaimana rasanya menggelepar di dalam rindu
Tambah asyik kalau bisa melebur dlm indahnya wahyu

Dewikah itu yang terdengar menangis
Ataupun siluman menumpang pada jasadnya gadis
Marilah bersyair bergurindam dan berqasidah
Berpada-padalah sudah menyembunyi wajah

Panggungkanlah sepimu wahai adinda
Biar tergeletak sutradara menjiwai sandiwara
Opera tentang kisah ceritera cinta kita
Biar aku jadi Majnun dan kamu jadi Lailanya

Ayuh bersama mempersembah hati
Berkompang petang merindui pagi
Hadir dalam mimpi menyunting aksara
Meskipun masih keliru antara tabir semu dan hamparan nyata

Nukilan: Si Takluk Jagat
25 Julai 2019

STJ2019_160 - MASIN SI AIR PAYA (Balasan Puisi Sufi Ini)

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

(Balasan Puisi Sufi Ini)

Image may contain: 1 person

Bismillah.

Aku melihat engkau berlari bersembunyi dibalik kegelapan mencari pembenaran atas dirimu,
Setiapa langkah begitu nista tanpa nurani menyertai diantara lumpur yang melekat didiri,

Lalu apa Sesungguhnya yang dikau cari kala cinta tak lagi mampu memperlihatkan Jati diri,
Dunia aksaramu memang telah lama membunuh jiwamu Aromanya kian menyegat hingga membuatmu lalai kepada pemilik Ragamu,
Duhai jiwa kembalilah kepada penciptamu dengan nurani tanpa adanya setisit lumput yang melekat pada dirimu..

Kalimat Sang Sufi.

Jul , 2019


MASIN SI AIR PAYA

(Balasan Puisi Sufi Ini)


Dengan nama Allah swt ...
Rambangnya pandang netra syari'at
Terlihatkah perbedaan gelut dan gulat?
Tebal tabir menutup niqab
Pekat lumpur menyempurna hijab

Andai wujudnya hilang di balik gelita
Kegelapan pasti kan jadi kambing hitamnya
Walaupun mata yang memerhati terkadang sangsi
Lari bersembunyikah atau dilitupi kelam yang sepi

Berhati-hatilah kalau menela'ah lumpur wahai pujangga
Sedangkan Azazil sampai terkhilaf waktu di syurga
Kerana dia cuma memandang zahirnya lumpur yang berwarna hitam
Alpa ia akan indahnya ribuan taman yang berada di dalam

Tanah pasti akan kembali kepada bumi
Air akan berkali-kali tersejat selagi masih ada sinar mentari
Tapi ke manakah hala tujunya hati nan merindu
Akan ketemukah kekasih yang sedang menunggu

Setitis air yang menyatu dengan laut selepas menempuh perjalanan panjang
Tercapai jua hasratnya untuk menjadi sebahagian dari lautan
Dia sering menyangka yang kitaran hidupnya bermula dari rasa payau sebuah paya
Adakah dia terlupa bahawa sebelum terpeluwapnya ke udara memang dari lautanlah asal usulnya

Nukilan: Si Takluk Jagat
16 Julai 2019

STJ2019_159 - PASRAH SI CAMAR (Balasan Puisi Amir Debu Alam)

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

(Balasan Puisi Amir Debu Alam)

Image may contain: sky, outdoor and water

CAMAR


Keterpisahan kita
di ombak sangka
Membawa diri semakin hanyut
di lubuk-lubuk kelekaan
kita jahitkan mimpi seribu angan
dan kita lupa mengamati cermin
Siapa kita?
Apa tujuan berseloka?
Di lantai berkaca.

Apakah seru itu tak kedengaran?
lerai dalam simpulan angin
atau telinga kita tersumbat angan?
kebenaran yang bergelimpangan
kita bergegas ke kebun nafsu
menyemai mimpi palsu
meramas kesucian
menjadi debu-debu noda
lalu memasang topeng kemunafikan
merentas belantara kealpaan
menuju jurang penyesalan.

Bila mau kembali?
Ke dalam diri
Duhai sang camar yang keliru mencari
menyongsong angin melayar mimpi
tak bertepi

Mengertilah!!!..."Camar"
Bukan di sini rumahmu abadi.

Tinta Lidah Kebenaran
Amir Debu Alam
14 Julai 2019


PASRAH SI CAMAR

(Balasan Puisi Amir Debu Alam)


Laut ... lama sudah aku dengar kamu berseru
Akan khawatirmu tentang membiaknya kebun-kebun nafsu
Ketahuilah sahabat ... camar ini tiada sedang keliru
Bukan juga bermimpi palsu kerana tidak pernah terpejam kelopak netraku

Lihatlah gemalai hayun sayapku ketika menyusur bayu
Dan dengarkan merdu ratibku tatkala rindu hadir bertamu
Tiadalah belantara alpa akan dapat merasuk minda
Dan lubuk leka juga tiadakan sempat memalit dosa

Lenggang tubuhku bukan menarikan rentak perang
Bukan juga serakah langkah gelandangan sembarangan
Tiada niat di hati hingga mahu menakluk negeri
Dan tiada hasrat juga untuk tunduk mencemar duli

Bukannya seru tiada terdengar
Tapi tiap kibas sayap telah tercatat di kitab Qadar
Di saat qudrat mahu bangkit untuk membantah
Di kala itulah qalbu membisikkan betapa indahnya berasa pasrah

Ya Illahi Rabbi ... sesungguhnya solatku
Ibadahku
Hidupku
Matiku
Hanyalah kerana Allah, Penguasa sekelian alam

Nukilan: Si Takluk Jagat
14 Julai 2019

STJ2019_158 - KEMBALILAH (Balasan Puisi Lembayung Senja)

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

(Balasan Puisi Lembayung Senja)

Image may contain: text

RESAH


Lembayung Senja

Pagiku bergayut resah
Tak ku temui sapamu
Padahal senyummu masih bergayut diranting ranting memoriku
Dan kecupan lembut itu seolah masih melekat basah di sini

Kutiti waktu dalam pagutan sepi
Tercipta lakuna dalam hampa
Menyiksa rasaku yang terlanjur berpaut padamu
Kutelisik hari namun tak jua ku temui bayangmu

Hadir sudah rasa yang paling rindu
Akan semua adamu
Biarlah kulerai semua pada pelukan bayu
Teriring larikan harap baik adamu disana
#130719


KEMBALILAH

(Balasan Puisi Lembayung Senja)


Pagiku pun begitu dik
Arunika tidak lagi mahu tersenyum semenjak kamu menghilang
Terus sahaja ia berlalu seusai memeluwap titisan embun di lekuk daunan
Langsung tiada menoleh pada kelana ini yang sepi bertemankan kesedihan

Begitu juga titisan embun dik
Dahulu candanya sering jadi penglipur lara tapi kini mulutnya seakan terkunci
Aku yang menyapanya pun langsung tidak diperduli
Kalau lambat hadir mentari, sanggup dia menggugurkan diri lalu hilang meresap di lantai bumi

Tiada lagi dendang kidung puisi alam
Tiada lagi meriah senandung seloka sang mergastua
Mereka merinduimu dik
Kepulanganmu senantiasa didambakan semua

Kembalilah dik ...
Malam nanti temaniku lagi menikmati sinar candra dan sirius
Esok siang pula kita bertanyakan khabarnya surya dan kumulus
Moga kerdip gemintang akan kembali mewarnai malam
Dan siang akan gembira menari mengiring duet nyanyian mentari dan awan

Nukilan: Si Takluk Jagat
14 Julai 2019

STJ2019_157 - ARUNIKA MUSIM SEMI (Balasan Puisi Amir Debu Alam)

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

(Balasan Puisi Amir Debu Alam)

Image may contain: one or more people

KETIKA LARA PUISI



Ketika Lara puisi merintihkan dukanya pada malam, atas sebuah rindu yang tak tergenggam. Sendunya menghiba melara kasih.

Dalam linangan rawan Ia berkidung syair kasih, buat mengubati lara jiwanya biarpun malam tetap diam mendakap erat keluh kesah para perindu.

Melainkan mimpi-mimpi, malam menaburkan sejuta warna ilusi di bantal lena anak manusia dan merampasnya kembali tika fajar bersorak membangunkan mata siang di ufuk timur.

Akankah lara puisi menemui jejak sang kekasih saat siang memukul gendang riuhnya, melambai-lambai hati manusia agar mengagumi warna-warna bancuhan pesonanya di bingkai maya.

Bagi yang teguh, akan tetap tujuannya
Bagi yang rapuh, pesona godaan tak bisa di tolak kerana ayat pedoman telah renyuk di lantai kealpaan.

Pun begitu malam dan siang terus bertingkah tanpa pedulikan ratap hiba sang perindu atau hilai tawa orang lupa.

Tinta Lidah Kebenaran
Amir Debu Alam
10 Julai 2019


ARUNIKA MUSIM SEMI


(Balasan Puisi Amir Debu Alam)

Malam memang selalu begitu

Bungkam sepinya mendakap erat bisikan bait-bait rindu
Tetap setia mendengarkan rintihan sang penduka menghiba lara
Juga ratapan si pendosa yang takutkan lidah api nan kuat julangnya


Ralib hati bila malam menaburkan jutaan warna ilusi di bantal anak-anak manusia
Fajar pula dengan gendang riuhnya berdansa pesona di bingkai maya
Buat si teguh, takhta di sana lebih di damba berbanding bantal yang dicemari air liur basi
Sambil meyakini bahawa dua rak'at sebelum Subuh itu adalah lebih baik dari dunia dan sekalian isi

Begitu dekat denganNya sewaktu bersujud di bening kelam
Sungguh tenangnya jiwa kala airmata menitis di sepertiga malam
Biarlah kalau mata siang mahu merampas kembali segala mimpi
Asal tak mengganggu ratib namaMu di tiap degup jantung dan getarnya nadi

Telah pernah berakur janji rembulan dan matahari 
Dalam bai'at yang jutaan tahun dahulu telah rasmi berlakri
Walau masing-masing terlihat seperti meniti pada paksi yang serupa
Tetap matahari mengungguli siang dan rembulan menjadi lampu pada gelita

Perlahan-lahan remang kelam tetap akan menguntiti pagi
Ada ataupun tiada airmata perindu menangisi sepi
Kalaupun malam tadi lara puisi tidak menemui jejak sang kekasihnya
Cahaya arunika pasti akan memancarkan pesona indah pada awal keesokannya

Nukilan: Si Takluk Jagat
12 Julai 2019

STJ2019_156 - TUNDUK PADI BERISI

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

Image may contain: plant, text, nature and outdoor

TUNDUK PADI BERISI



Angin sawah mencuri pandang pada tangkai padi yang berjuntaian 
Sempat bergumam sebelum menyelinap di jalinan akar yang berselerakan
Resmi padi, getusnya
Kerana juntai buahnya hampir menyentuh bumi seiring menguning daunnya

Begitulah padi, semakin berisi semakin merendah diri
Sebagai i'tibar pada sesiapa yang mahu memahami
Mohon dijauhi dari kejinya sifat riya' dan taqabbur
Mohon diampuni juga kiranya ada tutur bicara yang terlanjur

Ketika hayun kaki tidak mahu berbai'at dengan qiam
Dan suara hati enggan beradatkan langgam dan resam
Membara hasrat ingin mengetahui bagaimanakah rupa pinggirnya dunia
Ke barat atau ke timurkah patut dituju untuk memulakan kembara?

Bukan sehebat Demak yang melambung tombak lalu menahan dengan dada
Tidak juga sekental Jebat yang berani menderhaka kerana membela saudara
Cukuplah dengan budi bahasa yang di dalam diri telah berakar umbi
Dan berbekalkan barang sekerat dua petua buat menyemangati diri

Rabbish rahli sadri wayasirli amri wahlul u'datam millisa ni yafqahu qauli ...
(Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku)

Nukilan: Si Takluk Jagat
11 Julai 2019

STJ2019_155 - KOLABORASI PENA DAN TINTA

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

Image may contain: 1 person, text

KOLABORASI PENA DAN TINTA


Ada suara yang berbisik
Di sela-sela kalut kepakan camar yang terbang pulang
Berbaur dengan hembus dan hela nafas yang tak senada
Merintih menyenandungkan kidung pilu yang terdengar sengsara 

Di seberang sana ... walau mataku tak sampai melihat
Tapi degup hatiku dapat merasakan getarnya rindu
Mungkin fahamnya pancaindera kadang tidak selari
Namun bisikan makrifat jarang sekali mahu membohongi

Rinduku akan ku jadikan pena dan manis senyummu ku jadikan tinta
Seirama keduanya berkolaborasi merajut untaian-untaian diksi
Kelak pasti rinduku tidak lagi rasa terhukum
Dan bibirmu bakal terus menguntum senyum

Genggamlah tangan ini juwita, jangan lepaskan
Sambutlah rindu ini kasih, jangan tinggalkan
Moga semangat kita takkan pernah pudar
Kelak sejatinya hasrat kan berterusan mekar

Andai senada ketentuan firman
Kan berbahagia kita tersenyum di pelaminan
Tapi sekiranya yang tertulis di helaian taqdir adalah perpisahan
Akan ku semadikan segala tentangmu di bawah sepasang nisan yang bernama kenangan

Nukilan: Si Takluk Jagat
10 Julai 2019


STJ2019_154 - RATAPAN TIGRIS (Balasan Puisi Dian Rahayu)

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

(Balasan Puisi Dian Rahayu)

KETIKA ILMU YANG BICARA

Dian r




Ketika Tigris menghitam oleh tinta ilmu yang tercatat di dalam kitab-kitab
Peradaban islam yang diinjak oleh kaum yang menghancurkan
Derap kaki kuda mereka menapak di atas air
Berpijak di atas ilmu-ilmu pengetahuan 
(Alexandria) 
Kita ada di mana saat itu? 

Mendengar sejarah yang melukiskan kebiadaban
Bani Abbasiyah yang hancur
Lebur di kaki orang-orang Mongolia 
Mereka yang berkuasa di atas tanah Arab
Memporandakan kebudayaan
Menjatuhkan martabat
Mayat-mayat cendikiawan, sejarawan, dan para muslim yang bergelimpangan meneriakan kebesaran Tuhan

Aku mendengar jerit itu di dalam pikiran
Mengetuk-ngetuk naluri mengenal sebuah kehancuran
Bangsa besar dalam kekuatan peperangan
Menyerang menghunus senjata mematikan lawan

Jerit tangis sebuah peradaban yang ternoda
Mengalir ilmu di aliran tigris yang berduka
Mewartakan pada semesta tentang sebuah kebiadaban
Lantas menumbuhkan kepercayaan 
Keyakinan tentang kehancuran bangsa Barbar yang tak berilmu
Bahkan tak berTuhan

Membukalah mata yang telah lama tertutup kejahiliyahan
Mata yang tak mengenal kasih
Bahkan mata yang tak mengenal ilmu diri
Selaian intrik perang saling menjatuhkan
Memburu lawan
Menghancurkan tanah rampasan
Mata yang nyaris menguasai separuh dunia
Bertekuk ia dalam Tuhan yang Esa
Melafalkan kalimat-kalimat Tauhid pada diri 
Lalu membawa kedalam negri sendiri
Mengenalkan Allah sebagai sesembahan yang paling hakiki
Menolak kekejaman yang lama mengalir di nadi
Lantas meyakini diri bahwa kekuatan amarah perlu ilmu untuk mengimbangi

Dunia milik yang satu dan akhirat tujuan hidup yang tentu
Mengalir ilmu dalam riak Tigris yang menjadi saksi
Bahwa kebesaran hanya milik Allah dan kemungkaran akan tunduk di kaki para hamba-hamba yang percaya pada kebesarannya

Hancurlah kejayaan dalam kebiadaban oleh ilmu dan peradaban
Tinggal puing-puing kebodohan
Membawa kemiskinan

Mongolia bangsa besar dalam catatan sejarah
Penakluk separuh dunia
Mengimani kemiskinan dalam masa kini
Tertutup kemajuan modernisasi

Pekanbaru
25juni2019

Mongolia atau disebut bangsa Barbar, dahulu merupakan penakluk nyaris separuh dunia, melakukan penjajahan ke negara-negara Asia, Eropa dan Afrika. 

Melakukan penaklukkan ke negara - negara jazirah Arab, hingga ke Alexandria, yang saat itu merupakan daerah tempat bermukimnya para pemikir dan ulama² besar. Ketika melakukan penyerangan mereka menghancurkan perpustakaan terbesar di dunia saat itu, lalu melemparkan buku-buku karangan penulis-penulis besar di zaman itu, sehingga dikabarkan, saat itu air di sungai Tigris menghitam oleh tinta dari buku-buku yang dibuang dan sungai juga menjadi dangkal, sehingga kuda-kuda prajurit Mongolia dapat menyebrangi sungai Tiggris dengan menapak pada buku-buku yang ditenggelamkan. 

Bangsa Mongolia adalah bangsa dengan jiwa prajurit tapi bukan bangsa yang berilmu, sehingga ketika menaklukan Alexandria mereka berakhir dengan kekalahan yang akhirnya dilakukan oleh bangsa Arab. Bahkan banyak dari prajurit Mongolia akhirnya memeluk agama Islam lalu menyebarkannya ke negara mereka. Mongolia banyak melahirkan tentara - tentara tangguh salah satunya adalah Kublai Khan yang pada zaman kerajaan Majapahit menyinggahi bumi Nusantara. 

Sekarang negara itu menjadi negara yang tidak terlalu dikenal, bahkan menjadi negara yang susah payah mengikuti arus modernisasi dunia, tertutup dari perbincangan kemajuan akibat dari separuh penduduknya hidup dalam garis kemiskinan. 

Pekanbaru


RATAPAN TIGRIS


(Balasan Puisi Dian Rahayu)


Wahai srikandi, aku juga mendengar hiruk pikuk jeritan
Dan bayangan dua pihak saling menetak pedang
Terlihat dalam mimpiku arus Sungai Tigris mengalir lesu
Dengan hanyir pekat bau darah yang menyenak disebar bayu

Bencana apakah ini?
Bergelimpangan kepala-kepala yang masih tersarung topi besi
Terlalu tipis tembok antara asa hidup dan panggilan maut
Berteraburan kencing dan airmata yang membentang seluas laut

Sudah patahkah semangatmu wahai singa-singa padang pasir
Tiada bergema lagi suara-suaramu bertasbih dan bertakbir
Kemanakah menghilangnya segala kemuliaan yang kamu agung-agungkan selama ini
Ternyata semuanya sirna seiring memudarnya cahaya keimanan di dalam diri

Dahulu kamu mencari syahidmu dihujung mata pedang lawan
Meyakini bahawa hijab menuju syurgamu hanyalah kematian
Tapi setelah mabuk pandangmu oleh seri kilauan permata dan delima
Maka terpalinglah qiblat jihadmu kepada harta ... bukan lagi untuk agama

Pejamkan matamu dan dengarkan hilai tawa mereka
Yang sedang meraikan kemenangan sambil meneguk arak dan berpesta
Tiadakah ada rasa terkilan di hatimu wahai srikandi
Di sini rupanya pengakhiran empayar hebat yang suatu ketika dulu cukup digeruni

... Bersabarlah Tigris dengan apa yang telah berlaku
Sesungguhnya tiap sesuatu terjadi dengan izinNya
Lambat laun akan hilanglah bau hamis darah itu
Dan airmu yang dicemari hitam tinta itu pasti kan jernih semula

Nukilan: Si Takluk Jagat
08 Julai 2019

08 July 2019 - EARTHQUAKE - MAGNITUDE 6.9 - 133 KM FROM TERNATE CITY

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

Image may contain: text

Magnitude 6.9 ... semoga Yang Maha Kuasa menjauhkan saudaraku semua dari sebarang malapetaka ... Amiinnn Ya Rabb

STJ2019_153 - CATATAN RINDU SI DERMAGA

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

CATATAN RINDU SI DERMAGA


Labuhan itu terlihat sepi
Tanpa lambaian pelepah nyiur dan tanpa riuh siul merpati
Sesungguhnya pantai itu dahulu pernah jadi saksi bisu
Akan dua jiwa yang sama-sama berahsia tentang hati rindu

Walaupun selepas itu tiada lagi sua muka
Pun tiada lagi kan terlihat manis senyum mesra
Bahkan tidak pernah ada syahdu lambaian tangan
Dan tak pernah jua ada sedih ucapan selamat jalan

Kalau difikir-fikirkan
Pasti akan ada catatan perincian perjalanan
Di buku ledjer pada bahtera
Dan juga pada helaian rekod di kantor dermaga

Sebagai bukti kisah pertemuan kedua-duanya
Sebagai saksi pertemanan yang pernah ada
Dongengan kisah bahtera kelana yang pernah berlabuh di sini
Sebelum ia belayar pergi dan tak pernah lagi kembali

Tinggallah dermaga keseorangan merenungi luasnya samudera
Dan bahtera belayar sendirian menongkah arus yang terkadang kejam hempasnya
Biarlah catatan rindu itu abadi terlakar di bahtera qalbi
Dan kenangan indah itu akan kekal terpahat di dermaga hati

... kerana keduanya meyakini bahawa apa yang telah tersurat adalah rahsia Sang Pencipta

Nukilan: Si Takluk Jagat
07 Julai 2019

STJ2019_152 - RAHSIA SAKURA

FENOMENA PUISI SI TAKLUK JAGAT

Image may contain: flower and text

RAHSIA SAKURA



Terlihat redup pohonan sakura 
Diiringi wangi kuntum yang bersemi

Menyandarkan kepala di celah dahannya
Buat menghilang lelahnya diri

Sungguh nyaman sungguh selesa 
Hingga terlena dielus bayu
Mimpi berterbangan sang rama-rama
Dalam pesona kelopak yang gugur

Sedang asyik melayan bahagia
Hari yang cerah bertukar kelam
Merasa sakura kuat debarnya
Memaksa buka mata yang pejam

Ada apa wahai sakura?
Adakah tidurku mengganggu lenamu?
Ataukah ada sebarang rahsia
Yang jadi topeng pada wujudmu

Janganlah bimbang janganlah gusar
Aku cuma menumpang teduh
Setelah badan kembali segar
Kan ku teruskan kembara nan jauh

... moga semua ini suatu hari nanti akan jadi kenangan yang manis

Nukilan: Si Takluk Jagat
07 Julai 2019